Ada sebuah buku yang sangat menginspirasi hidupku. Banyak buku-buku lain yang tidak kalah bagusnya tapi kali ini ada yang sangat tepat dengan posisiku. Sebuah moto hidup yang dilontarkan oleh atasan penulis tersebut sambil teriak-teriak diatas meja hingga jatuh, 'impposible we do, miracle we try!!!' Begitu katanya. Akan kuterapkan dalam hidupku. Haha. Kalimat yang bagus untuk hidupku yang berliku naik turun seperti ke bukit.
Terkadang hidup itu tidak boleh diratapi saja. Harus ada perubahan yang berarti. Harus ada langkah. Tidak boleh diam saja. Karena waktu terus berjalan dan akhirnya meninggalkan kita jauh dibelakang dan tawa dari si Waktu dapat kita dengar. Bukan 'hahaha' lagi tapi 'buahahahaaahahaaaaaaaaa'. Menyebalkan bukan? Ini pengalamanku ketika aku duduk di sekolah menengah atas. Menjelang Ujian Nasional aku hanya diam berleha-leha tidak tau apa yang mau dikerjakan. Guru les yang datang terus menerus mengulang pelajaran itu dengan sabar sampai aku suntuk banget. Ini sudah mendekati titik jenuh paling atas. Aku bosan. Hampir setengah tahun ini hanya mengulang-ngulang pelajaran SMA. Apalagi pelajaran matematika. Salah satu pelajaran kesukaanku karena tidak perlu menghafal melainkan menggunakan logika hasilpun bisa didapatkan dengan mudah. Semakin diingatkan pada rumus makin bosan aku. Bukan caraku menyelesaikan permasalahan matematika menggunakan rumus. Selama sekolah aku jarang menggunakan buku tulis. Semua aku tulis di buku pelajaran itu ataupun di kertas lain dan akhirnya dibuang. Ingatanku memang tidak bagus. Tapi aku tidak menutupinya dengan menulis di buku tulis. Menurutku itu buang-buang kertas. Kalau memang penting aku akan tulis di buku pelajaran yang bersangkutan. Lebih baik. Aku malas sekali kalau harus menulis keseluruhan tulisan yang diberikan oleh guru - jangan tersinggung ya my lovely teacher. Aku hanya menulis yang penting. Hanya itu. Menulis di buku pelajaran pada dibagian yang kosong dan buku pelajaran menjadi sangat-sangat penting karena multifungsinya itu. Jika buku itu hilang aku hanya dapat membelinya ulang tapi tidak beserta dengan catatanku yang amburadul didalamnya. Hal ini membuatku susah meminjamkan buku pelajaran kepada orang lain karena aku membutuhkannya juga. Bukan karena pelit. Harta pendidikanku semua hanya ada disana.
Waktu terus berjalan mendekati hari bersejarah dalam dunia (ku). Tapi aku makin tidak semangat mengikuti pelajaran yang ada. Ketika libur malah belajar. Tidak ada hiburan yang terselip sama sekali. Tiap hari aku diberi makan pelajaran yang termasuk dalam ujian nasional. Hari ini bahasa Indonesia. Besok matematika. Besok fisika. Besok kembali ke matematika (nah loh?). Besoknya biologi. Besoknya lagi Kimia. Setelah itu matematika lagi. Dan begitu seterusnya. Aku sempat berpikir kalau guru-guru bersangkutan pada stress semua hingga jadwalpun tidak terususun dengan baik nan indah - misalnya disisipin permainan ps. Setelah lulus baru aku tau maksud dari jadwal gawat ini. Hahaha. Maaf ya guru-guruku tercinta, aku sempat berpikir jelek-jelek waktu itu. Hahaha *murid durhaka nih.
Setelah ujian nasional akan mulai 7 hari lagi, aku mulai panik. Sangat panik! Banyak pikiran negatif menyerang pikiranku ini dengan pedang-pedang yang lancip itu - jadi ingat rumus lancipnya segitiga. Banyak pesan singkat yang masuk dalam ponselku yang harus di kirim ulang ke teman lain dengan ancaman tidak lulus ujian membuatku makin tidak karuan. Pulsa tidak mencukupi. Aku makin dan semakin panik hingga stress. UN didepan mata saja belum terurus apalagi nanti untuk masuk perguruan tingginya. Tiba-tiba jadi menyesal tidak belajar tekun waktu itu. Waktu terus berjalan dengan konsisten sementara aku yang awalnya jalan seperti siput jadi harus transformasi menjadi macan tutul. Bikin capek. Tapi akhirnya bisa juga aku lulus. Untung ingatan-ingatanku tidak bandel dan kabur pergi ketika hari H, yaitu ketika menjelang Ujian Nasional (UN) dan Ujian Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN). Dua-duanya lulus dan lolos seleksi padahal tidak belajar. Ketika UN tidak belajar karena penyakit malas kambuh dan pas SNMPTN-nya karena kecelakaan hingga masuk rumah sakit seminggu sebelum ujian. Hahaha. Its like a miracle for me. Kecelakaan membuatku kesulitan menyelesaikan soal-soal SNMPTN. That's why I said its miracle. Thx everyone. Especially my parent.